18 April 2010
Siapakah Yang akan Menggelindingkan Batu Yang Menutupi Kubur Tuhan Bagi Kita
Mark 15:43 -16:8
Rm. Yohanes Bambang CW
Minggu Para Wanita Pembawa Rempah-Rempah
Kematian Kristus diatas kayu salib, sungguh membawa kesedihan yang sangat dalam, terutama bagi para pengikutNya baik laki maupun perempuan, bahkan Pilatuspun merasa heran mendapat informasi bahwa Yesus yang disalibkan itu telah mati. Karena itu ketika Yusuf orang Arimatea, seorang majelis besar terkemuka meminta mayat Yesus, Pilantus tidak menolak untuk memberikan mayat Yesus itu kepadanya. Hal ini jelas ditandaskan oleh Js. Markus dalam Injilnya yang mengatakan :”Sesudah didengarnya keterangan kepala pasukan, ia berkenan memberikan mayat itu kepada Yusuf. Yusufpun membeli kain lenan, kemudian ia menurunkan mayat Yesus dari salib dan mengapaninya dengan kain lenan itu. Lalu ia membaringkan Dia di dalam kubur yang digali di dalam bukit baru. Kemudian digulingkannya sebuah batu ke pintu kubur itu” ( Mark 15:45-46).
Lihat dalam tulisan Js. Markus disana dinyatakan :”Kemudian digulingkannya batu ke pintu kubur”. Kata-kata itu jelas menunjuk pada akhir dari suatu kehidupan yang termulia yang pernah hidup di dunia dan di jagad ini. Sang kehidupan yang pernah hidup di jagad ini, telah menjamah orang buta dan menjadikan ia dapat melihat. Ia telah menjamah pikiran dan hati para orang berdosa dan telah menjadikan mereka sebagai pribadi-pribadi yang baru. Ia telah memberikan harapan bagi mereka yang tak memiliki harapan. Ia telah menyembuhkan orang sakit. Ia telah membangkitkan orang mati. Kemudian mereka menyalibkan Dia. Dan setelah memastikan bahwa Ia telah mati, mereka membaringkan Dia di dalam sebuah kubur dan telah menggulingkan sebuah batu untuk menutupi kubur itu.
Dari sini kita dapat melihat bahwa kehidupan telah tertutup dengan batu, menguburkan harapan, memakukan impian pada sebuah salib Hal ini sungguh merupakan kekecewaan yang luar biasa, kekalahan, frustasi, kesakitan, kematian, namun dibalik itu semua memunculkan suatu kehidupan yang luar biasa, yaitu suatu jeda menuju kebahagiaan.
Kehidupan dipakukan pada sebuah salib dan akhirnya sebuah batu digulingkan untuk menutupi pintu kubur.
Pada Paskah pagi hari, para perempuan ingin menunjukkan karya akhir kasih mereka pada Yesus Tuhan. Berharap untuk mendapat mayat Yesus yang mereka kasihi. Tujuan dari mereka pergi ke kubur Yesus ini adalah untuk mengurapi tubuhNya dengan rempah-rempah. Namun mereka kuatir dan yakin bahwa mereka akan mendapatkan batu besar yang menutupi pintu kubur Tuhan Yesus itu. Karena itu tidaklah heran jika mereka saling berbicara : “Siapa yang akan menggulingkan batu itu bagi kita dari kubur itu” (Mark 16:3)
Batu besar yang menyegel kubur Yesus itu, sungguh sangat terkesan bagi kita sebagai orang percaya. Hal ini dikarenakan bahwa dalam kehidupan kita sebagai orang percaya, juga sering menemukan batu berat dalam hidup dan kehidupan ini, yaitu : batu-batu yang menggalangi untuk meraih dan menuju suatu kehidupan yang baik pada masa yang akan datang, batu-batu dosa, kesakitan, kesedihan, kesendirian dan akhirnya kematian. Seperti halnya Js. Paulus kitapun juga berteriak keras : Siapakah yang akan melepaskanku dari tubuh kematian ini”. Kita berpikir tentang batu batu besar yang berdiri dan menghalangi jalan kita : Menyesal karena jalan yang sering telah kita ambil dimasa lampau, ketidak tentuan yang mengganggu kita saat ini, takut yang terdapat dalam hati kita akan hal-hal yang akan datang, sehingga kita berteriak “SIAPA YANG AKAN MELEPASKANKU?”
Kita berpikir tentang ketidak-cukupan, ketidak-mampuan untuk memikul tugas-tugas kehidupan kita ini, kelemahan kita dalam menghadapi segala pencobaan, dan kita berdalih “Dimana dapatkah aku memperoleh kekuatan? SIAPAKAH YANG AKAN MELEPASKAN AKU?”
Kita berpikir tentang dosa-dosa kita, tentang sesuatu yang baik yang gagal kita lakukan, tentang pribadi-pribadi yang telah kita peras dan sakiti, dan kemudian kita tersiksa oleh perasaan salah dan berteriak keras “SIAPAKAH YANG AKAN MENGGULINGKAN BATU ITU KEMBALI ? SIAPAKAH YANG AKAN MELEPASKAN AKU DARI TUBUH KEMATIAN INI ?” Sungguh banyak sekali batu-batu yang menghalangi kita untuk menuju suatu kehidupan yang penuh kebahagiaan. Dan batu batu yang menghalangi kita untuk menuju suatu hidup bahagia itu ada dua yaitu : Batu Dosa dan Batu Kematian.
1. Batu Dosa :
Ada seorang Rahib Gereja Orthodox menuliskan :”Nampaknya Yesus seringkali telah terpenjara dalam jiwaku dan turun pada ketidak-ada harapan, sebagaimana halnya Dia telah berada dalam kubur sebelum kebangkitanNya. Batu berat dari dosaku menempatkan Dia dalam bagian itu. Berapa kali kita telah rindu untuk melihat Yesus membangkitkan kuasaNya dalam hidupku ? Berapa kali kita berusaha untuk menggulingkan kembali batu tersebut, namun sia-sia! Berat dosa, kebiasaannya itu terlalu kuat. Aku akan katakan pada diriku sendiri dalam keputus-asaan : Siapakah yang akan menggulingkan kembali batu itu?”
…Namun para wanita itu pergi ke kubur tidaklah dengan tangan kosong, namun mereka membawa rempah-rempah yang telah dibeli supaya dapat membalsem tubuh Sang juruselamat Yesus Kristus. Kalau aku rindu batu itu dapat dipindahkan dari jiwa ku, maka aku seharusnya dengan kehendak yang baik membawa sesuatu sebagai suatu tanda akan cintaku padaNya. Barngkali hal itu sangatlah sedikit, namun hal tersebut haruslah menjadi sesuatu bagiku, yaitu sebagai suatu persembahanku padaNya.
…Sekarang para wanita itu mendapatkan bahwa batu yang menutupi pintu kubur Yesus itu telah digulingkan. Hal itu telah digulingkan dalam cara yang mereka tidak melihatnya. “Telah ada gempa bumi yang dasyat” Karena seorang malaikat Tuhan telah turun dari sorga dan datang telah menggulingkan kembali batu itu”
Agar supaya dapat menggulingkan batu itu, maka gempa bumi atau kejadian yang luar biasa sangatlah diperlukan. Suatu dorongan, suatu penyesuaian kembali tidaklah cukup. Demikian juga, batu yang nampaknya tidak dapat bergerak dan melumpuhkan Yesus dalam jiwaku dapat disingkirkan hanya oleh suatu gempa bumi yang dasyat, yaitu perubahan total dalam hidup ini. Suatu sentakan seperti kilat diperlukan untuk menggoncangku. Yesus bangkit dari antara orang mati ada dalam hidupku hanya kalau sesuatu yang telah ada dalam hidupku telah berhenti untuk ada, memberi jalan untuk menuju manusia baru. Bukan sebagai jamahan kembali atau suatu perbaikan yang akan aku lakukan, namun suatu kematian dan kelahiran itu sangatlah diperlukan.
2. Batu Kematian :
Disamping ada apa yang dinamakan batu dosa seperti halnya telah terpapar diatas,
Juga ada apa yang dinamakan dengan batu kematian, batu akhir dan batu kepunahan. Hal ini juga merupakan batu yang telah dipindahkan dari kubur Yesus. “Karena seorang malaikat Tuhan telah turun dari sorga dan telah datang dan menggulingkan kembali batu itu dari pintu dan telah duduk diatasnya”. Apa yang bumi telah lakukan, membaringkan harapan manusia dalam sebuah kubur dan kemudian menyegel pintu untuk menutupi jalan keluar mereka. Namun sekarang bumi telah memerintah cukup lama. Bumi telah mengatakan cukup dan telah mengerjakan sesuatu dengan cukup. Sekarang adalah giliran Allah, dan Allah telah sedang mengambil alih. Jadi malaikat Tuhan telah turun dari sorga dan telah datang serta telah menggulingkan kembali batu dari pintu kubur”. Kalau manusia tidak membuka pintu kubur, Allah akan melakukan bagi diriNya sendiri. Apalagi Ia akan menjaganya tetap terbuka : karena saat malaikat itu menggulingkan kembali batu dari kubur, ia “duduk diatasnya” . Ini bukan kekalahan sementara bagi si jahat. Karena duduk diatas batu ini, menunjuk pada kemenangan yang terakhir dan kekalahan mutlak bagi si jahat.
“Dan ia telah menggulingkan sebuah batu yang menutupi kubur”. Duduknya malaikat Tuhan diatas batu itu, jangan pernah berpikir bahwa itu akhir dari segalanya, namun perlu diketahui dan ditekankan disini bahwa kematian tak pernah berhenti dari cerita hidup dan kehidupan manusia. Kematian tidaklah pernah berakhir, bahkan kita dapat melihat bayi yang tanpa dosa dalam dirinya sendiripun juga mati, banyak orang mati karena menderita sakit kaker dan jantung, tentara mati terbunuh, kematian tidaklah pernah berhenti meskipun batu telah digulingkan dari kubur.
Dalam menggulingkan kembali batu dalam taman Yusuf, Allah telah memindahkan batu yang terbesar dari semua. Ia telah memenangkan peretempuran yang dasyat atas dosa dan kematian. Semua batu yang berdiri pada jalan kita sekarang dan hari ini memang masih ada, namun batu tua itu telah digulingkan. Allah melalui pribadi PutraNya yang menjelma telah mengalahkan kekuatan Iblis yang disimbolkan dengan digulingkannya batu itu . Karena itu bagi kita untuk dapatnya memindahkan batu-batu yang ada dalam hidup kita, maka tak ada jalan lain bagi kita, kecuali menyatu tunggal dalam Pribadi PutraNya yang tunggal, melalui Sakramen yang terselenggara dalam Gereja.
Dengan melihat paparan diatas, maka jelaslah bagi kita bahwa minggu para wanita pembawa rempam-rempah ini, mengingatkan pada kita agar selalu menyandarkan hidup ini pada Allah, karena hanya pada Dialah yang mampu untuk menolong kita menyingkir batu-batu dosa dan kematian yang bercokol dalam hidup kita ini.
Kemuliaan bagi Sang Bapa, Sang Putra Serta Sang Roh Kudus, amen.
11 September 2009
Keuniversalan dan ketidakterbatasan waktu akan Tradisi
Oleh: Rm. Yohanes Bambang
Karakteristik lain yang perlu untuk ditambahkan disini, yaitu bahwa Tradisi Gereja adalah Universal dalam ruang dan waktu. Js. Vincent dari Lerins, adalah seorang Bishop dan penulis di Prancis selama abad kelima, menulis : “ Kita harus memegang teguh apa yang telah dipercaya dimana-mana, selalu dan oleh semua ” (Common, 2). Memang Gereja dengan segenap anggotanya, selalu dari waktu ke waktu sampai kesudahan waktu, menerima dan mengajar dimana-mana pekerjaan penebusan Kristus. Ini tidak berarti bahwa Gereja dan Tradisi nya bergerak dalam jumlah, wilayah atau batas urutan. Gereja dan Tradisi nya, meskipun hidup dalam sejarah, namun melebihi sejarah. Gereja dan Tradisi itu mempunyai nilai yang kekal karena Kristus, Sang Fondasi Utama Gereja itu, tidaklah mempunyai permulaan dan tanpa akhir. Dalam lain perkataan, saat keuniversalan Tradisi Gereja itu disebut, hal tersebut menunjuk pada karunia Sang Roh Kudus, yang memampukan Gereja untuk memelihara Tradisi nya sampai akhir waktu kebenaran Apostolik yang tak tercampuri, tak terpecahkan dan tak terkatakan itu. Ini adalah benar karena Tradisi itu, mengungkapkan pikiran orthodox bersama-sama (phronema) dengan segenap Gereja, melawan segala bentuk bidat dan skismatik sepanjang zaman.
Penting sekali untuk ditekankan di sini baik yang bersifat sementara maupun yang tak terbatasi oleh waktu, karena keduanya merupakan aspek fundamental dari Tradisi Kudus . Karena itu Romo Georges Florovsky telah menulis bahwa : “ Tradisi bukanlah suatu prinsip yang berusaha untuk memperbaharui Masa lampau, melainkan mengggunakan masa lampau sebagai suatu kriteria bagi masa sekarang. Demikianlah gambaran tentang Tradisi yang ditolak oleh sejarah itu sendiri dan oleh kesadaran hati nurani Gereja Orthodox..... Tradisi merupakan tinggal diamnya secara tetap Sang Roh Kudus dan bukan hanya sekedar memori kata-kata. Tradisi adalah suatu karismatik, dan bukanlah sekedar suatu peristiwa sejarah ” (The Catholicity of the church in Bible, Church, Tradition, P.47). Dengan lain perkataan, Tradisi adalah suatu karunia dari Sang Roh Kudus, suatu pengalaman yang hidup, yang dihidupkan kembali dan diperbaharui melalui waktu. Tradisi adalah iman yang benar dan sejati, yang dinyatakan oleh Sang Roh Kudus kepada umat Allah yang benar.
Karena itu Tradisi tidaklah dapat dikurangi atau hanya sekedar penjumlahan catatan dari Alkitab atau dari Para Bapa Gereja. Tradisi adalah buah dari Penjelmaan Firman Allah, penyalibanNya, kebangkitanNya dan kenaikanNya, semua darinya telah mengambil tempat dalam ruang dan waktu. Tradisi adalah suatu kepanjangan kehidupan Kristus ke dalam kehidupan Gereja. Menurut Js. Basilius, Tradisi adalah kelanjut-hadiran Sang Roh Kudus: “ Melalui Sang Roh Kudus, datang pembaharuan kita ke Firdaus, kenaikan kita ke dalam Kerajaan Sorga, kembali kita sebagai anak-anak angkat, pembebasan kita untuk memanggil Allah sebagai Bapa kita, keberadaan kita dijadikan sebagai para pengambil bagian dari anugerah Kristus, keberadaan kita disebut sebagai anak-anak terang, berbagi dalam kemuliaan kekal, dan dalam artian keberadaan kita telah dibawa kedalam suatu bagian “ kepenuhan berkat ” (Rom 15:29), keduanya di dalam dunia ini dan di dunia yang akan datang….(St. Basil of Caesaria, On The Holy Spirit, XV).
06 September 2009
Mujizat Penghulu Malaikat Mikhael
The Miracle at Colassai of Archangel Michael
The feast today in honour of the Archangel Michael commemorates the great miracle he wrought when he delivered from destruction a church and holy spring named for him. The pagans, moved by malice, sought to destroy the aforesaid church and holy spring by turning the course of two rivers against them. But the Archangel appeared and, by means of the Cross and a great earthquake that shook the entire area, diverted the waters into an underground course. Henceforth, the name of that place changed from Colossae to Chonae, which means "funnels" in Greek.
source:
http://www.goarch.org/chapel/saints_view?contentid=195&type=saints
04 September 2009
Tradisi Patristik
oleh
Rm. Yohanes Bambang CW
Sejauh dari apa yang telah dikatakan, ini dapat dilihat bahwa tidak ada perbedaan theologi atau pembagian ke dalam Tradisi Gereja . Dan bahkan dapat dikatakan bahwa “ Tradisi ” adalah sebagai suatu peristiwa bersejarah, diawali dengan pemberitaan Apostolik dan “ dituliskan ” (Yoh 20:30; 21:25) di dalam Kitab Suci, tetapi dijaga, diinterpretasikan dan dijelaskan kepada Gereja oleh Para Bapa Kudus yaitu Pengganti Lanjut para Rasul. Yang dalam Bahasa Yunani digunakan istilah “ Pateres tes Ecclesias ” , Para Bapa Gereja, dan bagian interpretif dari pengajaran Apostolik ini disebut “ Tradisi Patristik ” .
Para Bapa Gereja adalah orang-orang yang mempunyai kesucian yang luar biasa, mengungkapkan doktrin-doktrin Orthodox, telah menikmati penerimaan dan hormat dari Gereja Universal dengan menyaksikan berita Injil, hidup dan menjelaskannya kepada anak cucu. Jadi berita Apostolik atau Tradisi itu secara organik dikaitkan dengan Tradisi Patristik dan begitu sebaliknya.
Pada pokok ini harus ditekankan mengingat banyak theolog di Gereja-gereja barat telah membedakan antara Tradisi Apostolik dan Tradisi Patristik , ataupun secara total menolak Tradisi Patristik .
Bagi orang kristen orthodox, hanya ada satu Tradisi yaitu Tradisi Gereja , yang memuat Kitab Suci dan Pengajaran Para Bapa Gereja.
Inilah “ Pemberitaan kebenaran yang diterus-sampaikan oleh Gereja di seluruh dunia kepada anak-anaknya ” (St. Irenaeus, proof of the Apostolic Preaching,98).
Js. Athanasius, “ Pilar (soko guru) Orthodoxia ” , yaitu Bishop Alexandria selama abad keempat, memberikan definisi yang sangat berharga tentang “ Tradisi Gereja ” , dan mengatakan demikian : “ Biarlah kita melihat Tradisi itu sendiri, pengajaran dan iman Gereja katolik dari sangat permulaan, yang Sang Logos telah berikan (edoken), Para Rasul telah beritakan (ekeryxan), dan Para Bapa pelihara-jaga (ephylaxan). Dan atas inilah Gereja didasar-landaskan (tethemeliotai) ” (St. Athanasius, First letter to Serapion, (28). Dalam sisi lain, Tradisi didasarkan atas Tritunggal Mahakudus, yang secara konstan memberitakan Injil Kristus, dan ditemukan di dalam batas-batas Gereja Kristen dan dijelaskan oleh Para Bapa Gereja.
01 September 2009
Tradisi Apostolik
Rm. Yohanes Bambang
Para theolog menyebut pengajaran Alkitab ini sebagai “ Tradisi Apostolik ” . Tradisi Apostolik ini, melingkupi apa yang Para Rasul telah hidupi, lihat, saksikan dan kemudian catat di dalam kitab-kitab Perjanjian Baru. Para Episkop dan Para Prebiter yang kepada merekalah Para Rasul telah menunjuk sebagai para penggantinya, telah mengikuti pengajaran Para Rasul. Bagi mereka yang telah melenceng dan menyimpang dari pengajaran Para Rasul ini, telah memisahkan diri mereka sendiri dari Gereja. Orang – orang yang demikian itu telah dipandang sebagai Para Bidat dan Skismatik (pemecah- belah), sebab mereka telah mempercayai secara berbeda dari apa yang Para Rasul dan
Hanya di dalam Gereja kita dapat melihat, merasakan dan menghidupi ( hidup dalam ) kehadiran Tritunggal Mahakudus di dalam dunia. Di dalam menjelaskan hal ini, Js. Paulus dalam suratnya menegaskan : ” Ia datang dan memberitakan damai sejahtera kepada kamu yang ” jauh ” dan damai sejahtera kepada mereka yang “ dekat ” , karena oleh Dia kita kedua pihak dalam satu Roh beroleh jalan masuk kepada Bapa. Demikianlah kamu bukan lagi orang asing dan pendatang, melainkan kawan sewarga dari orang-orang kudus dan anggota-anggota keluarga Allah, yang dibangun di atas dasar Para Rasul dan Para Nabi, dengan Kristus sebagai batu penjuru. Di dalam Dia tumbuh seluruh bangunan, rapih tersusun, menjadi bait Allah yang kudus di dalam Tuhan. Di dalam Dia kamu juga turut dibangunkan menjadi tempat kediaman Allah, di dalam Roh ” (Ef
Kemanunggalan Tritunggal Mahakudus sebagai realita yang fundamental di dalam Gereja dan dari Gereja, serta memerlukan suatu kesatuan yang nyata di antara segenap anggotanya. Segenap anggota dari Gereja hidup di dalam ikatan kasih dan kesatuan melalui Tritunggal Mahakudus. Kebenaran ini dijelas-tegaskan oleh Js. Petrus dalam suratnya bahwa : “ Tetapi kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, supaya kamu memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia, yang telah memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada terang- Nya yang ajaib : kamu yang dahulu bukan umat Allah, tetapi sekarang telah menjadi umatNya, yang dahulu tidak dikasihani tetapi yang sekarang telah beroleh belas kasihan ” (1 Pt 2:9-10).
Gereja telah dibangun sebagai suatu realita sejarah pada hari Pentakosta, dengan turunnya Sang Roh Kudus di atas diri Para Rasul : “ Ketika tiba hari Pentakosta, semua orang percaya berkumpul di satu tempat. Tiba-tiba turunlah dari langit suatu bunyi seperti tiupan angin keras yang memenuhi seluruh rumah, dimana mereka duduk dan tampaklah kepada mereka lidah-lidah seperti nyala api yang bertebaran dan hinggap pada mereka masing-masing. Maka penuhlah mereka dengan Roh Kudus, lalu mereka mulai berkata- kata dalam bahasa-bahasa lain, seperti yang diberikan oleh Roh itu kepada mereka untuk mengatakannya “ (Kis 2:1-4).
Hanya di dalam Gereja, dimana Tritunggal Mahakudus hidup dan bertindak secara konstan didapatkan pengajaran Kristus, wahyu kebenaran itu sendiri sebagaimana yang telah diterima dan diterus-sampaikan oleh
Pengajaran ini atau Tradisi Apostolik telah diterus-sampaikan dari Para Rasul itu sendiri kepada para pengganti-lanjut mereka yaitu : para episkop dan para presbiter. Js. Klemen Episkop dari Roma pada abad kedua, dan barangkali adalah seorang murid dari Para Rasul, menjelaskan kebenaran sejarah ini; dikatakan : “ Para Rasul telah memberitakan kepada kita Injil yang telah mereka terima dari Yesus Kristus, dan Yesus Kristus adalah utusan Allah, dengan kata lain, Kristus datang dengan suatu pesan dari Allah, dan Para Rasul dengan suatu pesan dari Kristus. Karena itu kedua pengaturan yang rapi ini, aslinya dari kehendak Allah. Jadi, setelah menerima petunjuk-petunjuk mereka dan secara penuh dijamin melalui kebangkitan Tuhan kita Yesus Kristus, dan ditegaskan di dalam Iman oleh Firman Allah, mereka berjalan terus, dilengkapi dengan kepenuhan Sang Roh Kudus, untuk memberitakan Kabar Baik bahwa kerajaan Allah sudah dekat. Dari daratan ke daratan secara berurutan dari kota ke kota mereka telah berkotbah, dan dari antara para petobat paling awal, telah menunjuk manusia yang kepadanya, mereka telah diuji oleh Sang Roh untuk bertindak sebagai para bishop dan diaken bagi para orang percaya di masa yang akan datang (Letter to the Corinthians, ch. 42). Dari sini seseorang dapat melihat secara jelas, bagaimana berita keselamatan itu aslinya dari Allah Sang Bapa yang telah diajarkan oleh Yesus Kristus, disaksikan oleh Sang Roh Kudus, diberitakan oleh Para Rasul dan telah diterus-sampaikan oleh mereka kepada Gereja melalui para imam yang mereka sendiri telah tunjuk. Ini telah menjadi “ Tradisi yang tanpa salah dari pemberitaan Apostolik ” sebagaimana telah diungkapkan oleh Eusebius dari Kaesarea, Bishop pada abad keempat, yang telah disebut sebagai “ Bapa Sejarah Gereja ” (Church History, IV,8).
31 Agustus 2009
Tradisi menurut pandangan Gereja
oleh
Rm. Yohanes Bambang C.W
Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa setelah turunnya Sang Roh Kudus pada hari Pentakosta, yang secara umum disebut sebagai lahirnya Gereja, Para Rasul oleh Kuasa Allah melalui RohNya telah berhasil membuka komunitas umat percaya dimana-mana.
Pada saat itu apa yang dinamakan dengan Kitab Perjanjian Baru itu belumlah dikanonkan, dan apa yang diajarkan oleh Para Rasul pada komunitas yang baru percaya itu berdasarkan “ Tradisi ” yang ada.
Sekarang masalahnya apakah yang dimaksud dengan Tradisi itu menurut pandangan Gereja ?
Terminologi dan Arti Tradisi :
Istilah Tradisi itu berasal dari bahasa Latin “ Traditio ” , dimana istilah ini dalam bahasa Yunani digunakan istilah “ Paradosis “ , yang berarti persembahan, menyerahkan dan melakukan amal bakti . Dan dalam istilah theologinya berarti suatu pengajaran atau praktek yang telah diterus-sampaikan dari satu generasi ke generasi berikutnya sepanjang kehidupan Gereja.
Lebih tepatnya, Paradosis adalah kehidupan Tritunggal Mahakudus itu sendiri, sebagaimana telah dinyatakan oleh Kristus dan disaksikan oleh Sang Roh Kudus.
Akar dan dasar–dasar dari Tradisi kudus ini dapat ditemukan di dalam Kitab Suci. Karena melalui Kitab Sucilah kita dapat melihat akan kehadiran dari ketiga pribadi Tritunggal Mahakudus , Sang Bapa, Sang Putra dan Sang Roh Kudus.
Js. Yohanes Sang Penginjil berbicara tentang pernyataan Tritunggal Mahakudus : Hidup itu telah dinyatakan, dan kami telah melihatnya dan sekarang kami bersaksi dan memberitakan kepada kamu tentang hidup yang kekal, yang ada bersama-sama dengan Bapa dan yang telah dinyatakan kepada kami (1Yoh 1:2).
Esensi dari Tradisi Kristen dijelaskan oleh Rasul Paulus dalam tulisannya yang ditujukan pada sidang di Efesus bahwa : Tetapi sekarang di dalam Kristus Yesus kamu, yang dahulu jauh sudah menjadi dekat oleh darah Kristus.
Karena Dialah damai sejahtera kita, yang telah mempersatukan kedua belah fihak dan yang telah merubuhkan tembok pemisah, yaitu perseteruan (Ef
Tetapi sekalipun kami atau seorang malaikat dari sorga yang memberitakan kepada kamu suatu Injil yang berbeda dengan Injil yang telah kami beritakan kepadamu, terkutuklah dia. Seperti yang telah kami katakan dahulu, sekarang kukatakan sekali lagi : jikalau ada orang yang memberitakan kepadamu suatu Injil, yang berbeda dengan apa yang telah kamu terima, terkutuklah dia (Gal1: 8-9).
Berbicara tentang Perjamuan Kudus, yang adalah suatu pernyataan Sang Tritunggal Mahakudus, ia menulis : Sebab apa yang telah kuteruskan kepadamu, telah aku terima (parelavon) dari Tuhan, yaitu bahwa Tuhan Yesus, pada malam waktu Ia diserahkan, mengambil roti (1 Kor 11:23). Selanjutnya berbicara tentang kematian, penguburan dan kebangkitan Yesus Kristus dari antara orang mati, Js. Paulus menuliskan : Sebab aku telah memberikan kepadamu (paredoka) pertama-tama juga yang telah aku terima (parelavon). Akhirnya ia menegaskan : Sebab itu, berdirilah teguh dan berpeganglah pada ajaran – ajaran ( Tradisi ) yang telah kamu terima dari kami, baik secara lisan maupun tertulis (2 Tes
28 Agustus 2009
Selamat datang
Selamat datang di blog kami Orthodox Center Surabaya (OCS). Blog ini bertujuan untuk menyampaikan keberadaan Gereja Orthodox JS Nikolaos di Surabaya dan Orthodox Center Surabaya JS Sabbas dari Kalymnos. Semua kegiatan Gereja Orthodox dan OCS baik liturgi maupun kegiatan pendidikan ataupun filantrofi akan dimunculkan disini. Agar setiap orang dapat lebih mengenal kegiatan Gereja Orthodox JS Nikolaos dan OCS di Surabaya.
Terima kasih atas kedatangan saudara dan kiranya Tuhan memberkati