11 September 2009

Keuniversalan dan ketidakterbatasan waktu akan Tradisi


Oleh: Rm. Yohanes Bambang

Karakteristik lain yang perlu untuk ditambahkan disini, yaitu bahwa Tradisi Gereja adalah Universal dalam ruang dan waktu. Js. Vincent dari Lerins, adalah seorang Bishop dan penulis di Prancis selama abad kelima, menulis : “ Kita harus memegang teguh apa yang telah dipercaya dimana-mana, selalu dan oleh semua ” (Common, 2). Memang Gereja dengan segenap anggotanya, selalu dari waktu ke waktu sampai kesudahan waktu, menerima dan mengajar dimana-mana pekerjaan penebusan Kristus. Ini tidak berarti bahwa Gereja dan Tradisi nya bergerak dalam jumlah, wilayah atau batas urutan. Gereja dan Tradisi nya, meskipun hidup dalam sejarah, namun melebihi sejarah. Gereja dan Tradisi itu mempunyai nilai yang kekal karena Kristus, Sang Fondasi Utama Gereja itu, tidaklah mempunyai permulaan dan tanpa akhir. Dalam lain perkataan, saat keuniversalan Tradisi Gereja itu disebut, hal tersebut menunjuk pada karunia Sang Roh Kudus, yang memampukan Gereja untuk memelihara Tradisi nya sampai akhir waktu kebenaran Apostolik yang tak tercampuri, tak terpecahkan dan tak terkatakan itu. Ini adalah benar karena Tradisi itu, mengungkapkan pikiran orthodox bersama-sama (phronema) dengan segenap Gereja, melawan segala bentuk bidat dan skismatik sepanjang zaman.
Penting sekali untuk ditekankan di sini baik yang bersifat sementara maupun yang tak terbatasi oleh waktu, karena keduanya merupakan aspek fundamental dari Tradisi Kudus . Karena itu Romo Georges Florovsky telah menulis bahwa : “ Tradisi bukanlah suatu prinsip yang berusaha untuk memperbaharui Masa lampau, melainkan mengggunakan masa lampau sebagai suatu kriteria bagi masa sekarang. Demikianlah gambaran tentang Tradisi yang ditolak oleh sejarah itu sendiri dan oleh kesadaran hati nurani Gereja Orthodox..... Tradisi merupakan tinggal diamnya secara tetap Sang Roh Kudus dan bukan hanya sekedar memori kata-kata. Tradisi adalah suatu karismatik, dan bukanlah sekedar suatu peristiwa sejarah ” (The Catholicity of the church in Bible, Church, Tradition, P.47). Dengan lain perkataan, Tradisi adalah suatu karunia dari Sang Roh Kudus, suatu pengalaman yang hidup, yang dihidupkan kembali dan diperbaharui melalui waktu. Tradisi adalah iman yang benar dan sejati, yang dinyatakan oleh Sang Roh Kudus kepada umat Allah yang benar.
Karena itu Tradisi tidaklah dapat dikurangi atau hanya sekedar penjumlahan catatan dari Alkitab atau dari Para Bapa Gereja. Tradisi adalah buah dari Penjelmaan Firman Allah, penyalibanNya, kebangkitanNya dan kenaikanNya, semua darinya telah mengambil tempat dalam ruang dan waktu. Tradisi adalah suatu kepanjangan kehidupan Kristus ke dalam kehidupan Gereja. Menurut Js. Basilius, Tradisi adalah kelanjut-hadiran Sang Roh Kudus: “ Melalui Sang Roh Kudus, datang pembaharuan kita ke Firdaus, kenaikan kita ke dalam Kerajaan Sorga, kembali kita sebagai anak-anak angkat, pembebasan kita untuk memanggil Allah sebagai Bapa kita, keberadaan kita dijadikan sebagai para pengambil bagian dari anugerah Kristus, keberadaan kita disebut sebagai anak-anak terang, berbagi dalam kemuliaan kekal, dan dalam artian keberadaan kita telah dibawa kedalam suatu bagian “ kepenuhan berkat ” (Rom 15:29), keduanya di dalam dunia ini dan di dunia yang akan datang….(St. Basil of Caesaria, On The Holy Spirit, XV).

06 September 2009

Mujizat Penghulu Malaikat Mikhael


The Miracle at Colassai of Archangel Michael

The feast today in honour of the Archangel Michael commemorates the great miracle he wrought when he delivered from destruction a church and holy spring named for him. The pagans, moved by malice, sought to destroy the aforesaid church and holy spring by turning the course of two rivers against them. But the Archangel appeared and, by means of the Cross and a great earthquake that shook the entire area, diverted the waters into an underground course. Henceforth, the name of that place changed from Colossae to Chonae, which means "funnels" in Greek.

source:
http://www.goarch.org/chapel/saints_view?contentid=195&type=saints

04 September 2009

Tradisi Patristik


oleh
Rm. Yohanes Bambang CW

Sejauh dari apa yang telah dikatakan, ini dapat dilihat bahwa tidak ada perbedaan theologi atau pembagian ke dalam Tradisi Gereja . Dan bahkan dapat dikatakan bahwa “ Tradisi ” adalah sebagai suatu peristiwa bersejarah, diawali dengan pemberitaan Apostolik dan “ dituliskan ” (Yoh 20:30; 21:25) di dalam Kitab Suci, tetapi dijaga, diinterpretasikan dan dijelaskan kepada Gereja oleh Para Bapa Kudus yaitu Pengganti Lanjut para Rasul. Yang dalam Bahasa Yunani digunakan istilah “ Pateres tes Ecclesias ” , Para Bapa Gereja, dan bagian interpretif dari pengajaran Apostolik ini disebut “ Tradisi Patristik ” .
Para Bapa Gereja adalah orang-orang yang mempunyai kesucian yang luar biasa, mengungkapkan doktrin-doktrin Orthodox, telah menikmati penerimaan dan hormat dari Gereja Universal dengan menyaksikan berita Injil, hidup dan menjelaskannya kepada anak cucu. Jadi berita Apostolik atau Tradisi itu secara organik dikaitkan dengan Tradisi Patristik dan begitu sebaliknya.
Pada pokok ini harus ditekankan mengingat banyak theolog di Gereja-gereja barat telah membedakan antara Tradisi Apostolik dan Tradisi Patristik , ataupun secara total menolak Tradisi Patristik .
Bagi orang kristen orthodox, hanya ada satu Tradisi yaitu Tradisi Gereja , yang memuat Kitab Suci dan Pengajaran Para Bapa Gereja.
Inilah “ Pemberitaan kebenaran yang diterus-sampaikan oleh Gereja di seluruh dunia kepada anak-anaknya ” (St. Irenaeus, proof of the Apostolic Preaching,98).
Js. Athanasius, “ Pilar (soko guru) Orthodoxia ” , yaitu Bishop Alexandria selama abad keempat, memberikan definisi yang sangat berharga tentang “ Tradisi Gereja ” , dan mengatakan demikian : “ Biarlah kita melihat Tradisi itu sendiri, pengajaran dan iman Gereja katolik dari sangat permulaan, yang Sang Logos telah berikan (edoken), Para Rasul telah beritakan (ekeryxan), dan Para Bapa pelihara-jaga (ephylaxan). Dan atas inilah Gereja didasar-landaskan (tethemeliotai) ” (St. Athanasius, First letter to Serapion, (28). Dalam sisi lain, Tradisi didasarkan atas Tritunggal Mahakudus, yang secara konstan memberitakan Injil Kristus, dan ditemukan di dalam batas-batas Gereja Kristen dan dijelaskan oleh Para Bapa Gereja.

01 September 2009

Tradisi Apostolik

oleh
Rm. Yohanes Bambang

Para theolog menyebut pengajaran Alkitab ini sebagai “ Tradisi Apostolik ” . Tradisi Apostolik ini, melingkupi apa yang Para Rasul telah hidupi, lihat, saksikan dan kemudian catat di dalam kitab-kitab Perjanjian Baru. Para Episkop dan Para Prebiter yang kepada merekalah Para Rasul telah menunjuk sebagai para penggantinya, telah mengikuti pengajaran Para Rasul. Bagi mereka yang telah melenceng dan menyimpang dari pengajaran Para Rasul ini, telah memisahkan diri mereka sendiri dari Gereja. Orang – orang yang demikian itu telah dipandang sebagai Para Bidat dan Skismatik (pemecah- belah), sebab mereka telah mempercayai secara berbeda dari apa yang Para Rasul dan

Para pengganti – lanjut mereka ajarkan. Ini membawa pada fokus bahwa Gereja itu sebagai pusat kesatuan semua orang Kristen. Ini adalah karakteristik Tradisi Ekklesiastikal ( TradisiGereja ). Gereja adalah gambar dan refleksi dari Tritunggal Mahakudus mengingat tiga pribadi Tritunggal Mahakudus itu hidup, tinggal dan bertindak di dalam Gereja. Sang Bapa melimpahkan kasihNya, Sang Putra memberikan kesetiaanNya, dan Sang Roh Kudus penghiburanNya.

Hanya di dalam Gereja kita dapat melihat, merasakan dan menghidupi ( hidup dalam ) kehadiran Tritunggal Mahakudus di dalam dunia. Di dalam menjelaskan hal ini, Js. Paulus dalam suratnya menegaskan : ” Ia datang dan memberitakan damai sejahtera kepada kamu yang ” jauh ” dan damai sejahtera kepada mereka yang “ dekat ” , karena oleh Dia kita kedua pihak dalam satu Roh beroleh jalan masuk kepada Bapa. Demikianlah kamu bukan lagi orang asing dan pendatang, melainkan kawan sewarga dari orang-orang kudus dan anggota-anggota keluarga Allah, yang dibangun di atas dasar Para Rasul dan Para Nabi, dengan Kristus sebagai batu penjuru. Di dalam Dia tumbuh seluruh bangunan, rapih tersusun, menjadi bait Allah yang kudus di dalam Tuhan. Di dalam Dia kamu juga turut dibangunkan menjadi tempat kediaman Allah, di dalam Roh ” (Ef 2:19-22).

Kemanunggalan Tritunggal Mahakudus sebagai realita yang fundamental di dalam Gereja dan dari Gereja, serta memerlukan suatu kesatuan yang nyata di antara segenap anggotanya. Segenap anggota dari Gereja hidup di dalam ikatan kasih dan kesatuan melalui Tritunggal Mahakudus. Kebenaran ini dijelas-tegaskan oleh Js. Petrus dalam suratnya bahwa : “ Tetapi kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, supaya kamu memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia, yang telah memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada terang- Nya yang ajaib : kamu yang dahulu bukan umat Allah, tetapi sekarang telah menjadi umatNya, yang dahulu tidak dikasihani tetapi yang sekarang telah beroleh belas kasihan ” (1 Pt 2:9-10).

Gereja telah dibangun sebagai suatu realita sejarah pada hari Pentakosta, dengan turunnya Sang Roh Kudus di atas diri Para Rasul : “ Ketika tiba hari Pentakosta, semua orang percaya berkumpul di satu tempat. Tiba-tiba turunlah dari langit suatu bunyi seperti tiupan angin keras yang memenuhi seluruh rumah, dimana mereka duduk dan tampaklah kepada mereka lidah-lidah seperti nyala api yang bertebaran dan hinggap pada mereka masing-masing. Maka penuhlah mereka dengan Roh Kudus, lalu mereka mulai berkata- kata dalam bahasa-bahasa lain, seperti yang diberikan oleh Roh itu kepada mereka untuk mengatakannya “ (Kis 2:1-4).

Hanya di dalam Gereja, dimana Tritunggal Mahakudus hidup dan bertindak secara konstan didapatkan pengajaran Kristus, wahyu kebenaran itu sendiri sebagaimana yang telah diterima dan diterus-sampaikan oleh Para rasul itu, tinggal dan menopang. Dengan demikian jelas bahwa kebenaran dalam kepenuhannya tidaklah terdapat di luar Gereja, karena baik Kitab Suci maupun Tradisi itu adalah di dalam Gereja. Karena fakta inilah mengapa Js. Paulus menegaskan kepada jemaat Galatia : “ Tetapi sekalipun kami atau seorang malaikat dari sorga yang memberitakan kepada kamu suatu Injil yang berbeda dengan Injil yang telah kami beritakan kepada kamu, terkutuklah dia. Seperti yang telah kami katakan dahulu, sekarang kukatakan sekali lagi : Jikalau ada orang yang memberitakan kepadamu suatu Injil, yang berbeda dengan apa yang telah kamu terima, terkutuklah dia. Jadi bagaimana sekarang, adakah kucari kesukaan manusia atau kesukaan Allah? Adakah kucoba berkenan kepada manusia? Sekiranya aku masih mau mencoba berkenan kepada manusia, maka aku bukanlah hamba Kristus ” (Gal 1:8-10). Js. Paulus juga menulis kepada murid terkasihnya Timotius untuk mengikuti secara ketat “ ajaran tentang iman kita dan mengumandangkan petunjuk-petunjuk yang ia telah terima dari dia dan menghindari takayul dan dongeng-dongeng nenek moyang ” (1 Tim 4:4-7). Ia juga memperingatkan orang-orang kolose untuk menghindari perintah-perintah dan ajaran-ajaran manusia (Kol 2:22), dan sebagai gantinya untuk mengikuti Kristus : “ Karena itu hendaklah hidupmu tetap di dalam Dia. Hendaklah kamu bertambah teguh dalam iman yang telah diajarkan kepadamu dan hendaklah hatimu melimpah dengan syukur. Hati-hatilah supaya jangan ada yang menawan kamu dengan dengan filsafatnya yang kosong dan palsu menurut ajaran turun tumurun dan roh-roh dunia, tetapi tidak menurut Kristus. Sebab di dalam Dialah berdiam secara jasmaniah seluruh kepenuhan ke Allahan ” (Kol 2:6-9)

Pengajaran ini atau Tradisi Apostolik telah diterus-sampaikan dari Para Rasul itu sendiri kepada para pengganti-lanjut mereka yaitu : para episkop dan para presbiter. Js. Klemen Episkop dari Roma pada abad kedua, dan barangkali adalah seorang murid dari Para Rasul, menjelaskan kebenaran sejarah ini; dikatakan : “ Para Rasul telah memberitakan kepada kita Injil yang telah mereka terima dari Yesus Kristus, dan Yesus Kristus adalah utusan Allah, dengan kata lain, Kristus datang dengan suatu pesan dari Allah, dan Para Rasul dengan suatu pesan dari Kristus. Karena itu kedua pengaturan yang rapi ini, aslinya dari kehendak Allah. Jadi, setelah menerima petunjuk-petunjuk mereka dan secara penuh dijamin melalui kebangkitan Tuhan kita Yesus Kristus, dan ditegaskan di dalam Iman oleh Firman Allah, mereka berjalan terus, dilengkapi dengan kepenuhan Sang Roh Kudus, untuk memberitakan Kabar Baik bahwa kerajaan Allah sudah dekat. Dari daratan ke daratan secara berurutan dari kota ke kota mereka telah berkotbah, dan dari antara para petobat paling awal, telah menunjuk manusia yang kepadanya, mereka telah diuji oleh Sang Roh untuk bertindak sebagai para bishop dan diaken bagi para orang percaya di masa yang akan datang (Letter to the Corinthians, ch. 42). Dari sini seseorang dapat melihat secara jelas, bagaimana berita keselamatan itu aslinya dari Allah Sang Bapa yang telah diajarkan oleh Yesus Kristus, disaksikan oleh Sang Roh Kudus, diberitakan oleh Para Rasul dan telah diterus-sampaikan oleh mereka kepada Gereja melalui para imam yang mereka sendiri telah tunjuk. Ini telah menjadi “ Tradisi yang tanpa salah dari pemberitaan Apostolik ” sebagaimana telah diungkapkan oleh Eusebius dari Kaesarea, Bishop pada abad keempat, yang telah disebut sebagai “ Bapa Sejarah Gereja ” (Church History, IV,8).